Sunday 25 January 2015

MEMPERTANYAKAN KEBIJAKSANAAN


(Refleksi atas “Bahan Baku” Penciptaan Tuhan: Api, Cahaya dan Tanah)
Oleh: Siswanto 

Apakah memang manusia itu harus ada target, tapi kalau diriku demikian seakan aku harus buat peraturan yang sedikit mengikat kebebasanku. Tapi kalau tiada target, tentu akan menjadikan diri semakin liar dalam jubah kebebasan. Banyak orang bilang keseimbangan harus dijalankan dalam hidup ini. Tapi untuk membuat seimbang itu bagaimana?
Jika dibiarkan bebas, ada potensi menjadi semakin liar dan buas. Jika dibatasi ada potensi selayaknya terpenjara dalam terali besi. Hidup-hidup kau memang misteri….???? Semisteri ketika kau tak dikatakan hidup lagi, alias mati. Lalu bagimana ini? Semua orang jelas mempunyai pertanyaan yang sesuai dengan permasalahannya sendiri-sendiri. La itulah fungsi dari hidup, jika ia tiada mempunyai masalah  berarti ia tiada hidup. Ada yang bilang  jika ingin tak punya masalah, ya mati saja. Ini banyak di praktekkan oleh mereka yang mengalami putus asa (harapan), dengan yang populer dilakukannya adalah jalan pintas alias “bunuh diri”.
Tapi hemat saya, orang yang bunuh diri yang katanya ingin lari dari masalah, apakah demikian sesungguhnya? Masih dalam tanda Tanya, tapi kalau orang yang percaya dengan agama, tentu tidaklah demikian. Justru dengan melakukan tindakan “bunuh diri” akan menimbulkan masalah yang lebih parah lagi dalam alam kematiannya. Ini sudah mulai ngetren dilakukan banyak orang. Kalau tidak “bunuh diri” sendiri, ya ngajak yang lainnya. Kadang pula “membubuh diri” orang lain. Dikira dengan demikian masalahnya akan teratasi, padahal juga tidak, justru masalah akan bertambah besar nan panjang. Sikap “bunuh diri” dan “membunuh diri” orang lain adalah tindakan yang akan melahirkan masalah besar. Bukan meringankan atau menghilangkan masalah, akan tetapi justru menambah masalah.

Banyak realita dan kenyataan hidup yang aku alami, tapi kenapa kadang pula tidak menjadikan aku naik peringkat dihadapan Allah. Kurangnya ikhlas aku dalam bertindak menjadikan aku tertatih-tatih dan semakin bikin letih. Kadang manusia pada umumnya tidak bisa di andalkan. Kalau kita mengharapkan manusia, maka kita harus siap-siap untuk kecewa. Kalau kita meminta sesuatu pada Tuhan, kok belum dikasih bukanya demikian dengan serta merta kita beranggapan bahwa Tuhan tiada berpihak dan tiada mendengarkan do’a kita. Tapi kita jusru berbalik arah bertanya dalam diri kita, percayakah kita dengan sifat “al-Hakim” (Maha Bijaksana-nya) Tuhan. Tuhan punya rencana yang terbaik bagi keberlansungan kita, tanpa sepengetahuan kita yang terbatas ini. Tuhan lebih tahu yang terbaik buat kita, itu jika kita percaya akan ‘kehakiman’ (kebijaksanaan) Tuhan.
Masih ingat tentang pertanyaan “protes”nya para malaikat pada Allah ketika menjadikan nabi Adam. Kurang sholehnya bagaimana maklhuk yang satu ini terhadap Allah, kok masih “menyangsikan” sifat “ke-Hakim-an” Tuhan. Seolah Tuhan tidak bijaksana, kenapa menciptakan nabi Adam yang digadang-gadang akan diamanati menjadi khalifah fil arld (pemimpin dimuka bumi) sedangkan adam dan anak cucunya itu suka dengan pertumpahan darah dan sebagainya. Apa jawaban Allah “Aku lebih mengetahui, sesuatu yang kalian tidak ketahui”.
Ilmunya malaikat tidak sampai melihat rahasia dibalik penciptaan Nabi Adam. Lalu mereka baru menyadari akan kelancangan pikiran “perkataan tanya/protes-nya”, dengan berkata “kami tidak tahu selain yang engkau beri tahu”. Dan untuk menguji kelebihan Nabi Adam diadakanlah “test on propertest” uji kelayakan apakah pantas Nabi Adam menjadi khalifah fil arld. Singkat cerita, nabi adam bisa menyebutkan segala nama-nama beberapa benda, sedangkan malaikat tidak mampu menyebutkannya. Nah, disitulah para malaikat mengetahui keunggulannya Nabi Adam, dan ketika mereka disuruh sujud (sebagai bentuk penghormatan) kepada nabi Adam mereka dengan senang hati dan tunduk serta taat pada Allah, mereka pun melakukannya.
(di dalam tulisan yang lain saya sebutkan Tuhan mengadakan “kompetisi” katanlah lomba cerdas cermat antara malaikat dengan nabi Adam, sedangkan jurinya adalah Allah (tentu saja tidak seperti yang ada di anekdot; “keputusan Juri tidak bisa di ganggu gugat” yang mengesankan ketidakadilan sang juri)”. Dalam tulisan itu dibaca oleh dosen saya, la berkata “ya kalau demikian Allah kan nggak adil, la yang memberi ilmu wawasan ke nabi adam kan Allah, kepada malaikatpun ilmunya dari Allah, la tentu saja kalau allah menjadikan adam yang menang ya berarti ilmu yang diberikan ke nabi adam lebih banyak dari pada malaikat, kalau begitu Allah nggak adil atau bijak lagi”, padahal maksud saya bukan mempermasalahkan “keadilan atau kebijaksanaan” Tuhan, akan tetapi Tuhan ingin menunjukkan bahwa “kreasi barunya” itu lebih bagus dan lebih baik daripada mereka (malaikat dan iblis). Tapi kalau kita berfikir secara mendalam Justru bagi saya, itulah keadilan Tuhan juga, ketika ada yang protes dan merasa lebih bagus dari makhluk baru-Nya, Allah memberi kesempatan untuk membuktikan pada mereka bahwa “kreasi baru-nya” itu adalah memang yang terbaik/ lebih baik dari sang pemrotes.

Nah, ada satu makhluk yang tidak terima dengan pengangkatan Nabi Adam sebagai maklhuk yang patut untuk dimulyakan, yaitu Iblis. Ia merasa lebih mulia dari pada Adam, karena “Ia diciptakan dari api, sedangkan nabi Adam dari tanah”. Pertanyaannya sekarang, apakah kemulyaan itu ditentukan dari “bahan”nya? Lalu apa keunggulan “api” jika di bandingkan dengan “tanah”?
Untuk soal yang pertama: jelas iya untuk barang. Barang/ sesuatu itu nilai/harganya ditentukan dari bahannya. Contoh kalau cincin itu terbuat dari bahan emas, jelas berbeda jauh harga/nilainya jika dibandingkan dengan harga cincin yang terbuat dari plastic, karet ataupun bahan logam lainnya. Semakin bahannya bagus, maka nilai/harganya juga bagus. Apakah ini juga berlaku pada “penciptaan” makhluk (manusia, malaikat, iblis)?
 Soal kedua: apa keunggulan api di bandingkan dengan tanah. Sehingga iblis ngotot menjadikan alasan yang kuat sebagai bentuk harga dirinya bahwa bahanya ia terciptakan itu menjadi ukuran identitasnya lebih “mahal” atau “mulia” dari pada (tanah) bahannya manusia. Intinya Iblis meyakini bahwa “harga dirinya” lebih tinggi dari pada “harga dirinya” nabi adam karena bahan penciptaannya?.
Ada apa dengan:
Api (iblis)--------------- dhulumat (gelap)?
Cahaya (malaikat)---------  Nur (cahaya/ terang)
Tanah (manusia)------------- dhulumat: an-nur (bisa gelap bisa juga terang)
Karena sudah larut malam dan ada yang merasa terganggu tidurnya. Jadi sudah dulu ya…
Besok kita lanjutkan lagi…..
Ditulis pada hari Senin, 06 Februari 2012.
Semestinya sudah masuk tanggal 07, karena sudah pukul: 01: 10 tengah malam

No comments:

Post a Comment

PONPES AL-MUHTAROM NGUNDUH MANTU

LOWAYU, 19/09/2016. IRING-IRINGAN SHOLAWAT BADAR GEMURUH DI LANTUNKAN GROUP SHOLAWAT AL MUBASYIROH DENGAN DI IRINGI REBANA UNTUK MENYAMBUT...