Wednesday 21 January 2015

SEJARAH BERDIRINYA PONDOK PESANTREN AL MUHTAROM

بسم الله الرحمن الرحيم

image

اَلْمُحَفَظَةُ عَلَى القَدِمِ الصَّالِحِ وَالاَخْدُ بِالْجَدِيْدِالاَصْلاَحِ

(Mempertahankan Nilai-Nilai Salaf Yang Relevan Dan Mengambil Hal Yang Baru Yang Lebih Baik)
♥♥.:!:.♥♥.:!:.♥♥.:!:.♥♥.:!: ♥♥.:!:.♥♥.:!:.♥♥.:!:.♥♥.:!:.♥♥.:!:.♥♥.:!:.♥♥.:!: ♥♥.:!:.♥♥

Pondok Pesantren Al-Muhtarom

Desa: Lowayu, Kecamatan: Dukun, Kabupaten: Gresik
Jl, Sumur Banteng RT.10 Kode Pos : 61155 Telp: 081357110084 / 081703195534
* (¸.•’´ (¸.•’´*♥* `’•.¸) `*•.¸¸.•`*•.¸¸.••.¸¸.•* (¸.•’´ (¸.•’´*♥* `’•.¸) `*•.¸¸.•`*

  

(Sejarah Singkat Berdirinya Pondok Pesantren Al Muhtarom)

Sejarah berdirinya Pondok Pesantren Al Muhtarom bermula dari sebuah surau kecil di perkampungan Sumur Banteng. Surau kecil yang terbuat dari kayu tua yang khas dengan nuansa klasiknya tersebut biasa dipergunakan mengaji oleh anak-anak kampung sekitar. Surau itu diasuh oleh bapak Mukarrom, yang menjabat sebagai imamuddin atau biasa disebut oleh masyarakat dengan sebutan “Modin” sebab saat itu ia memang sedang menjabat sebagai moden desa Lowayu. Kemudian lama- kelamaan jumlah anak yang biasa mengaji di surau tersebut sedikit demi sedikit berkurang karena sering tidak mendapatkan perhatian dari sang guru. Akhirnya surau pun ditinggalkan santrinya. Tak ada aktivitas apapun, kosong.
Pada masa itu, tepatnya tahun 1988 M., Bapak Ustad Abdul Aziz, yang masih nyantri di Pondok Pesantren Langitan Widang Tuban untuk menimba ilmu itu, saat
melihat kondisi surau yang tanpa aktifitas keagamaan sama sekali itu merasa prihatin. Dalam hati kecilnya ada luapan niatan untuk menghidupkan kembali simbol Islam itu. Akhirnya, selang beberapa tahun, tepatnya setahun sebelum Bapak Aziz, yang saat ini sebagai pengasuh Pondok Pesantren Al Muhtarom, mengaikhiri masa belajarnya di Pondok Pesantren Langitan, maka Allah Yang Maha Kuasa Lagi Maha Bijaksana memberikan pertanda akan kehidupan surau tersebut seperti dahulu kala. Tak disangkan dan diduga ketika Bapak pengasuh pulang dari Pondok, anak-anak sekitar Sumur Banteng mulai datang ke surau dan mengaji. Lambat-lambat namun pasti dalam durasi yang tidak lama jumlah santri yang kembali melakukan aktivitas belajarnya di surau ada 40 anak.
Waktu terus berganti. Saat itu pula keempatpuluh anak itu, lewat bimbingan Ustadz Abdul Aziz, itu menyemarakkan surau dengan aneka ragam aktivitas keagamaan. Kobaran semangat mereka tunjukkan lewat keistiqomaan untuk mengisi setiap jengkal aktivitas mereka dengan ilmu. Dinamika pendidikan mulai nampak. Dengan konsistensi mereka yang luar biasa itu akhirnya mampu menanik anak-anak sebaya lainnya untuk turut belajar bersama di surau itu. Dinamika di surau kian progresif. Masyarakat secara luas mulai melihat semua ini. tidak sebatas masyarakat desa Lowayu, desa sekitarnya pun mulai simpatik dan akhirnya berbondong-bondong ke surau. Mengapa mereka sedemikian antusias ke surau? Sebab yang dipelajari di sini berupa kitab-kitab kuning dan mengaji Ilmu Islam melalui beberapa kitab salaf. Kitab-kitab kuning yang selama ini, dalam konteks desa Lowayu, masih jarang atau bahkan tidak pernah diajarkan di pondok-pondok kecil yang sudah ada sebelum Al Muhtarom, itu diminati oleh masyarakat. Buktinya? Tak lama kemudian banyak anak-anak yang menghendaki belajar di surau. Hampir tiap malam ada yang mendaftar, sungguh fantastik. Dengan membludaknya jumlah santri yang kian cepat, tak ayal, surau kecil di tengah kampung itu tidak cukup menampung santri yang ada. Untuk menyiasati problem ini, santni yang tidak tertampung ditempatkan di dalam dan halaman rumah pengasuh, Ustad Abdul Aziz. Itupun belum mencukupi. Bagi mereka yang berada di halaman rumah cukup dengan beralaskan galar (tikar) dari bambu yang mereka buat sendiri. Di atas tikar bambu ini, mereka duduk tenang melakukan pengajian selama berjam-jam. Pasca ngaji, mereka pun tidur di situ. Tatkala pagi datang, mereka bangun dan melakukan aktivitas ngaji lagi. Sunggunh masa-masa itu sangat tragis. Saat tidur, tubuh santri harus rela diterpa embun. Lebih menyedihkan lagi saat hujan mereka harus berlarian mencari tempat perlindungan yang aman. Hal ini dikarenakan belum ada atapnya. Sebuah fenomena yang tragis namun sekaligus mengasyikkan.
Melihat pemandangan yang demikian mengenaskan, lahirlah ide kreatif bersama untuk membangun Pondok Pesantren. ide ini dipijakkan pada realitas di lapangan
yang kurang memenuhi syarat untuk kegiatan belajar mengajar. Semangat untuk membangun pondok nampaknya sudah bulat. Meski tidak ditopang dengan biaya yang cukup, namun mereka tidak kekurangan akal. Tidak butuh tembok megah, cukup dari bambu atau masyarakat sekitar menyebutnya “pring” Pembuatan pondok dari bambu ini diarsiteki langsung oleh sang pengasuh.Parasantri pun sedemikian giat. Tanpa kenal lelah, tiap pagi, siang dan sore mereka mengerjakan aktivitas pembangunan ini. Hampir proses pembangunan dari awal hingga akhir digarap mereka sendiri, dengan bantuan beberapa tukang. Pondok yang diidam-idamkan itu pun akhirnya jadi, tegak kokoh di hadapan mereka. Karena bahan dominannya dari bambu, maka perwajahan dari pondok ini pun khas bambu. Perwajahan ini nampak beda dengan bangunan yang ada di desa tersebut, cukup artistik.
Pasca jadi, yang ingin menimba ilmu di situ kian banyak. Tak lupa dari tetangga desa pun menghendaki. Sementara yang ngaji adalah santri putra, dengan model diniyah. Namun, di luar itu banyak permintaan dari masyarakat untuk juga menerima santri perempuan. Pikir punya piker suara masyarakat ini akhirnya didengarkan, dan Pon pes Al Muhtarom akhirnya menenima santri putri. Tak tanggung-tanggung yang ingin menjadi santri putri Al Muhtarom sampai ratusan. Mereka pun mendapat pengajaran dengan model diniyah. Melihat jumlah yang demikian banyak, antara santni putra dan putri, maka Al Muhtarom menambah gedung yang berada di sebelah selatannya bangunan lama. Hal ini karena Pondok yang lama, dari bambu, kapasitasnya tidak cukup menampung secara keselunuhan. Seiring dengan perkembangan zaman yang kian maju, Ponpes Al Muhtarom juga tak ingin ketinggalan laju zaman yang kian cepat. Masa berikutnya, Al Muhtarom kemudian membuka Taman Pendidikan Al Qur’an (TPQ). ini pun sekali lagi mendapat sambutan dari masyarakat yang luar biasa. Buktinya, jumlah santni TPQ jauh lebih banyak dari prediksi awal. Suasana di Pondok Pesantnen Al Muhtarom pun kian dinamis.
Kemudian sejarah pemberian, nama Pondok Pesantren tersebut adalah diambil dari nama pengasuh surau kecil yang berada di perkampungan Sumur Banteng tersebut yaitu Bapak Mukarrom, sehingga untuk mengenang surau kecil itu maka pondok tersebut diberi nama Pondok Pesantren “Al Muhtarom”, yang saat ini lagi giat-giatnya membangun.

(Aktivitas Santri)

Dalam era globalisasi hampir semua sendi kehidupan umat manusia mengalami perubahan yang amat dahsyat. lnstitusi sosial kemasyarakatan, kenegaraan, keluarga bahkan institusi keagamaan tidak luput dari pengaruh arus deras globalisasi. Akibatnya tidak sedikit terjadi penjomplangan nilai-nilai di segala bidang kehidupan. Apa reaksi santri dan pesantren menghadapi hal ini?. Menutup diri? Tentu saja tidak.
Santri adalah bagian dari masyarakat yang telah menanamkan harapan besar kepadanya. Agar disaat pulang nanti santri mampu mengentaskan mereka dari penderitaan yang menggerogoti jiwa dan tubuh. Mampu membimbing dan mengarahkan menuju hidup dalam kemapanan. Melihat tugas dan tantangan yang begitu besar, maka tak ada lagi solusi, selain menjadikan santri sebagai figur manusia yang kuat jiwanya, tidak mudah terguncang oleh gelombang ganas kehidupan, juga cerdas dan luas wawasannya agar bisa memecahkan segala masalah yang menimpa dirinya dan masyarakat sekitarnya. Selain itu juga tanggap dan terampil.
Untuk membentuk figur santri seperti ini, maka dituntut adanya program yang betul – betul terarah. Konstruksi bangunan aktifitas santri semuanya harus mengarah kepada tujuan ini. Disinilah arti penting aktivitas santri dan sistem bangunannya, karena hal inilah yang akan membentuk kepribadian dan prilaku santri ketika sudah berjuang di tengah – tengah masyarakat.
Al hamdulillah, hal ini sudah menjadi perhatian di PP. Al Muhtarom. Setidaknya berbagai aktifitas santri Langitan sudah menuju ke arah sana, meskipun masih belum mencapai kesempurnaan.

(Masyarakat Sekitar Pon-Pes Al Muhtarom)

Kondisi masyarakat sekitar Pondok Pesantren Al Muhtarom sangatlah kondusif dalam mendukung kegiatan belajar mengajar. Pada dasarnya masyarakat sekitar pesantren juga sangat merindukan adanya pendidikan Islam semisal di Al Muhtarom yang memfasilitasi dengan berbagai macam khasanah klasik Islam yang kita tahu, bahwa di zaman yang sudah sangat modern ini menu-menu Islam klasik sudah banyak yang tidak diminati.
Keberhasilan pendidikan juga tidak bisa dilepaskan dari peran serta lingkungan keluarga yang diharapkan mampu membenikan dorongan dan motifasi kepada santri. Lingkungan masyarakat sekitar juga memberikan andil yang tidak kecil terhadap proses pendidikan dan proses pembentukan kepribadian santri. Maka pendidikan tersebut diharapkan mampu berjalan secara seimbang antara usaha lembaga pendidikan itu sendiri dan keluarga sebagai bagian eksternal lembaga, sehingga tidak terjadi kepincangan dan berat sebelah, yakni pendidikan yang hanya dibebankan kepada lembaga pendidikan saja tanpa ada dukungan dari keluarga. Jika ini yang nampak, maka akan terjadi kegagalan dalam pendidikan dan hal tersebut sesuatu yang tidaklah kita inginkan bersama.
Oleh karena itu marilah bersama bahu membahu ikut serta dalam mericiptakan lingkungan pendidikan islam yang representatif demi sebuah cita-cita besar yaitu “Li l’laai kalimatillahi ta’ala”.



   

By: Ali Mahrus
Sekian mudah-mudahan bermanfa’at, Amin..!!

No comments:

Post a Comment

PONPES AL-MUHTAROM NGUNDUH MANTU

LOWAYU, 19/09/2016. IRING-IRINGAN SHOLAWAT BADAR GEMURUH DI LANTUNKAN GROUP SHOLAWAT AL MUBASYIROH DENGAN DI IRINGI REBANA UNTUK MENYAMBUT...