بسم الله الرحمن الرحيم
اَلْمُحَفَظَةُ عَلَى القَدِمِ الصَّالِحِ وَالاَخْدُ بِالْجَدِيْدِالاَصْلاَحِ
(Mempertahankan Nilai-Nilai Salaf Yang Relevan Dan Mengambil Hal Yang Baru Yang Lebih Baik)
♥♥.:!:.♥♥.:!:.♥♥.:!:.♥♥.:!: ♥♥.:!:.♥♥.:!:.♥♥.:!:.♥♥.:!:.♥♥.:!:.♥♥.:!:.♥♥.:!: ♥♥.:!:.♥♥
Pondok Pesantren Al-Muhtarom
Desa: Lowayu, Kecamatan: Dukun, Kabupaten: Gresik
Jl, Sumur Banteng RT.10 Kode Pos : 61155 Telp: 081357110084 / 081703195534
* (¸.•’´ (¸.•’´*♥* `’•.¸) `*•.¸¸.•`*•.¸¸.••.¸¸.•* (¸.•’´ (¸.•’´*♥* `’•.¸) `*•.¸¸.•`*
(Sejarah Singkat Berdirinya Pondok Pesantren Al Muhtarom)
Sejarah berdirinya Pondok Pesantren Al
Muhtarom bermula dari sebuah surau kecil di perkampungan Sumur Banteng.
Surau kecil yang terbuat dari kayu tua yang khas dengan nuansa klasiknya
tersebut biasa dipergunakan mengaji oleh anak-anak kampung sekitar.
Surau itu diasuh oleh bapak Mukarrom, yang menjabat sebagai imamuddin
atau biasa disebut oleh masyarakat dengan sebutan “Modin” sebab saat itu
ia memang sedang menjabat sebagai moden desa Lowayu. Kemudian lama-
kelamaan jumlah anak yang biasa mengaji di surau tersebut sedikit demi
sedikit berkurang karena sering tidak mendapatkan perhatian dari sang
guru. Akhirnya surau pun ditinggalkan santrinya. Tak ada aktivitas
apapun, kosong.
Pada masa itu, tepatnya tahun 1988 M.,
Bapak Ustad Abdul Aziz, yang masih nyantri di Pondok Pesantren Langitan
Widang Tuban untuk menimba ilmu itu, saat
melihat kondisi surau yang tanpa
aktifitas keagamaan sama sekali itu merasa prihatin. Dalam hati kecilnya
ada luapan niatan untuk menghidupkan kembali simbol Islam itu.
Akhirnya, selang beberapa tahun, tepatnya setahun sebelum Bapak Aziz,
yang saat ini sebagai pengasuh Pondok Pesantren Al Muhtarom, mengaikhiri
masa belajarnya di Pondok Pesantren Langitan, maka Allah Yang Maha
Kuasa Lagi Maha Bijaksana memberikan pertanda akan kehidupan surau
tersebut seperti dahulu kala. Tak disangkan dan diduga ketika Bapak
pengasuh pulang dari Pondok, anak-anak sekitar Sumur Banteng mulai
datang ke surau dan mengaji. Lambat-lambat namun pasti dalam durasi yang
tidak lama jumlah santri yang kembali melakukan aktivitas belajarnya di
surau ada 40 anak.
Waktu terus berganti. Saat itu pula
keempatpuluh anak itu, lewat bimbingan Ustadz Abdul Aziz, itu
menyemarakkan surau dengan aneka ragam aktivitas keagamaan. Kobaran
semangat mereka tunjukkan lewat keistiqomaan untuk mengisi setiap
jengkal aktivitas mereka dengan ilmu. Dinamika pendidikan mulai nampak.
Dengan konsistensi mereka yang luar biasa itu akhirnya mampu menanik
anak-anak sebaya lainnya untuk turut belajar bersama di surau itu.
Dinamika di surau kian progresif. Masyarakat secara luas mulai melihat
semua ini. tidak sebatas masyarakat desa Lowayu, desa sekitarnya pun
mulai simpatik dan akhirnya berbondong-bondong ke surau. Mengapa mereka
sedemikian antusias ke surau? Sebab yang dipelajari di sini berupa
kitab-kitab kuning dan mengaji Ilmu Islam melalui beberapa kitab salaf.
Kitab-kitab kuning yang selama ini, dalam konteks desa Lowayu, masih
jarang atau bahkan tidak pernah diajarkan di pondok-pondok kecil yang
sudah ada sebelum Al Muhtarom, itu diminati oleh masyarakat. Buktinya?
Tak lama kemudian banyak anak-anak yang menghendaki belajar di surau.
Hampir tiap malam ada yang mendaftar, sungguh fantastik. Dengan
membludaknya jumlah santri yang kian cepat, tak ayal, surau kecil di
tengah kampung itu tidak cukup menampung santri yang ada. Untuk
menyiasati problem ini, santni yang tidak tertampung ditempatkan di
dalam dan halaman rumah pengasuh, Ustad Abdul Aziz. Itupun belum
mencukupi. Bagi mereka yang berada di halaman rumah cukup dengan
beralaskan galar (tikar) dari bambu yang mereka buat sendiri. Di atas
tikar bambu ini, mereka duduk tenang melakukan pengajian selama
berjam-jam. Pasca ngaji, mereka pun tidur di situ. Tatkala pagi datang,
mereka bangun dan melakukan aktivitas ngaji lagi. Sunggunh masa-masa itu
sangat tragis. Saat tidur, tubuh santri harus rela diterpa embun. Lebih
menyedihkan lagi saat hujan mereka harus berlarian mencari tempat
perlindungan yang aman. Hal ini dikarenakan belum ada atapnya. Sebuah
fenomena yang tragis namun sekaligus mengasyikkan.
Melihat pemandangan yang demikian
mengenaskan, lahirlah ide kreatif bersama untuk membangun Pondok
Pesantren. ide ini dipijakkan pada realitas di lapangan
yang kurang memenuhi syarat untuk
kegiatan belajar mengajar. Semangat untuk membangun pondok nampaknya
sudah bulat. Meski tidak ditopang dengan biaya yang cukup, namun mereka
tidak kekurangan akal. Tidak butuh tembok megah, cukup dari bambu atau
masyarakat sekitar menyebutnya “pring” Pembuatan pondok dari bambu ini
diarsiteki langsung oleh sang pengasuh.Parasantri pun sedemikian giat.
Tanpa kenal lelah, tiap pagi, siang dan sore mereka mengerjakan
aktivitas pembangunan ini. Hampir proses pembangunan dari awal hingga
akhir digarap mereka sendiri, dengan bantuan beberapa tukang. Pondok
yang diidam-idamkan itu pun akhirnya jadi, tegak kokoh di hadapan
mereka. Karena bahan dominannya dari bambu, maka perwajahan dari pondok
ini pun khas bambu. Perwajahan ini nampak beda dengan bangunan yang ada
di desa tersebut, cukup artistik.
Pasca jadi, yang ingin menimba ilmu di
situ kian banyak. Tak lupa dari tetangga desa pun menghendaki. Sementara
yang ngaji adalah santri putra, dengan model diniyah. Namun, di luar
itu banyak permintaan dari masyarakat untuk juga menerima santri
perempuan. Pikir punya piker suara masyarakat ini akhirnya didengarkan,
dan Pon pes Al Muhtarom akhirnya menenima santri putri. Tak
tanggung-tanggung yang ingin menjadi santri putri Al Muhtarom sampai
ratusan. Mereka pun mendapat pengajaran dengan model diniyah. Melihat
jumlah yang demikian banyak, antara santni putra dan putri, maka Al
Muhtarom menambah gedung yang berada di sebelah selatannya bangunan
lama. Hal ini karena Pondok yang lama, dari bambu, kapasitasnya tidak
cukup menampung secara keselunuhan. Seiring dengan perkembangan zaman
yang kian maju, Ponpes Al Muhtarom juga tak ingin ketinggalan laju zaman
yang kian cepat. Masa berikutnya, Al Muhtarom kemudian membuka Taman
Pendidikan Al Qur’an (TPQ). ini pun sekali lagi mendapat sambutan dari
masyarakat yang luar biasa. Buktinya, jumlah santni TPQ jauh lebih
banyak dari prediksi awal. Suasana di Pondok Pesantnen Al Muhtarom pun
kian dinamis.
Kemudian sejarah pemberian, nama Pondok
Pesantren tersebut adalah diambil dari nama pengasuh surau kecil yang
berada di perkampungan Sumur Banteng tersebut yaitu Bapak Mukarrom,
sehingga untuk mengenang surau kecil itu maka pondok tersebut diberi
nama Pondok Pesantren “Al Muhtarom”, yang saat ini lagi giat-giatnya
membangun.
(Aktivitas Santri)
Dalam era globalisasi hampir semua sendi
kehidupan umat manusia mengalami perubahan yang amat dahsyat. lnstitusi
sosial kemasyarakatan, kenegaraan, keluarga bahkan institusi keagamaan
tidak luput dari pengaruh arus deras globalisasi. Akibatnya tidak
sedikit terjadi penjomplangan nilai-nilai di segala bidang kehidupan.
Apa reaksi santri dan pesantren menghadapi hal ini?. Menutup diri? Tentu
saja tidak.
Santri adalah bagian dari masyarakat yang
telah menanamkan harapan besar kepadanya. Agar disaat pulang nanti
santri mampu mengentaskan mereka dari penderitaan yang menggerogoti jiwa
dan tubuh. Mampu membimbing dan mengarahkan menuju hidup dalam
kemapanan. Melihat tugas dan tantangan yang begitu besar, maka tak ada
lagi solusi, selain menjadikan santri sebagai figur manusia yang kuat
jiwanya, tidak mudah terguncang oleh gelombang ganas kehidupan, juga
cerdas dan luas wawasannya agar bisa memecahkan segala masalah yang
menimpa dirinya dan masyarakat sekitarnya. Selain itu juga tanggap dan
terampil.
Untuk membentuk figur santri seperti ini,
maka dituntut adanya program yang betul – betul terarah. Konstruksi
bangunan aktifitas santri semuanya harus mengarah kepada tujuan ini.
Disinilah arti penting aktivitas santri dan sistem bangunannya, karena
hal inilah yang akan membentuk kepribadian dan prilaku santri ketika
sudah berjuang di tengah – tengah masyarakat.
Al hamdulillah, hal ini sudah menjadi
perhatian di PP. Al Muhtarom. Setidaknya berbagai aktifitas santri
Langitan sudah menuju ke arah sana, meskipun masih belum mencapai
kesempurnaan.
(Masyarakat Sekitar Pon-Pes Al Muhtarom)
Kondisi masyarakat sekitar Pondok
Pesantren Al Muhtarom sangatlah kondusif dalam mendukung kegiatan
belajar mengajar. Pada dasarnya masyarakat sekitar pesantren juga sangat
merindukan adanya pendidikan Islam semisal di Al Muhtarom yang
memfasilitasi dengan berbagai macam khasanah klasik Islam yang kita
tahu, bahwa di zaman yang sudah sangat modern ini menu-menu Islam klasik
sudah banyak yang tidak diminati.
Keberhasilan pendidikan juga tidak bisa
dilepaskan dari peran serta lingkungan keluarga yang diharapkan mampu
membenikan dorongan dan motifasi kepada santri. Lingkungan masyarakat
sekitar juga memberikan andil yang tidak kecil terhadap proses
pendidikan dan proses pembentukan kepribadian santri. Maka pendidikan
tersebut diharapkan mampu berjalan secara seimbang antara usaha lembaga
pendidikan itu sendiri dan keluarga sebagai bagian eksternal lembaga,
sehingga tidak terjadi kepincangan dan berat sebelah, yakni pendidikan
yang hanya dibebankan kepada lembaga pendidikan saja tanpa ada dukungan
dari keluarga. Jika ini yang nampak, maka akan terjadi kegagalan dalam
pendidikan dan hal tersebut sesuatu yang tidaklah kita inginkan bersama.
Oleh karena itu marilah bersama bahu
membahu ikut serta dalam mericiptakan lingkungan pendidikan islam yang
representatif demi sebuah cita-cita besar yaitu “Li l’laai kalimatillahi
ta’ala”.
By: Ali Mahrus Sekian mudah-mudahan bermanfa’at, Amin..!!
No comments:
Post a Comment